Kamis, 18 Desember 2014

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUBANG





MENCETAK SARJANA HUKUM AL-AMIN
Oleh :
UJANG CHARDA S.
Dekan Fakultas Hukum Universitas Subang

Di era reformasi, masyarakat luas menuntut bukan hanya Sumber Daya Manusia (SDM) lulusan perguruan tinggi yang memiliki kualitas intelektual/pengetahuan (knowledge/cognitive) dan kualitas keterampilan (skill/sensori motor) yang cukup tinggi, tetapi justru memiliki kualitas sikap/nilai kejiwaan (atitude/affective). Slogan reformasi saat ini, yaitu KKN jelas menuntut kualitas SDM (Sarjana Hukum/Penegak Hukum) yang bersih dan berwibawa, yang jujur dan bermoral, tidak korup dan dapat dipercaya menegakkan nilai-nilai kebenaran dan keadilan, memiliki kematangan kejiwaan, kematangan etika, kemantapan budaya, dan hati nurani yang cukup
tinggi dalam mengemban dan menegakkan nilai-nilai yang sangat mendalam dan mendasar dari hukum. Oleh karena itu, melalui proses pendidikan hukum di Fakultas Hukum Universitas Subang diharapkan adanya keseimbangan antara proses pembentukan Sarjana Hukum sebagai homo juridicus (jurist) dan sebagai homo ethicus. Gabungan kedua kualitas ini dapat pula disebut dengan istilah Sarjana Hukum (SH) Al-Amin. SH sebagai simbol homo juridicus dan Al-Amin artinya yang dapat dipercaya, sebagai simbol homo ethicus dan itu semua tidak lahir dengan sendirinya, akan tetapi lahir lewat proses, yaitu harus dibentuk melalui proses pendidikan, baik perguruan tinggi maupun di lingkungan profesi dan masyarakat luas.
Fakultas Hukum Universitas Subang dalam upaya mewujudkan kualitas lulusannya yang mempunyai simbol homo juridicus dan homo ethicus ditempuh dengan beberapa cara dan upaya, antara lain mengacu pada rumusan UNESCO, bahwa dalam pendidikan perlu dilaksanakan cara belajar dengan menggunakan the four pillars of education, yaitu learning to know, learning to do, learning to be, dan learning to lave together. Dalam uraiannya yang lebih rinci, dijelaskan perlunya pilar learning to know berlanjut dengan learning to learn dan learning through the whole life. Pandangan UNESCO tersebut diaktualisasikan pada kurikulum pendidikan tinggi dengan adanya mata kuliah wajib sebagai mata kuliah pengembangan kepribadian (MPK) yang merupakan penjabaran dari simbol homo ethicus, dan mata kuliah keilmuan dan keterampilan (MKK) sebagai simbol homo juridicus.
Fakultas Hukum Universitas Subang sebagai pranata pendidikan tinggi secara rasional-sistematis bukan hanya mentransfer pengetahuan ilmiah tantang sistem hukum serta menumbuhkan kemampuan berpikir yuridis dan rasional (proses kreatif dan aktif untuk menemukan pengetahuan yang kritis) sebagai perwujudan homo juridicus dan homo ethicus, tetapi juga untuk pembentukan alur pikir pandangan hidup manusia Indonesia pada umumnya dan khususnya masyarakat Subang yang religius sebagai acuan atikan dan tata krama manusia unggul dan kompetitif yang pengguh agamana (SQ), luhung elmuna (IQ), jembar budayana (EQ), dan rancage gawena (AQ) atau yang disebut juga catur jati diri insan yang merupakan kerangka pikir posisi strategis sebagai pilar pembangunan pendidikan berbasis kompetensi.
Untuk pencapaiannya dikembangkan proses berperilaku sebagai suatu karakter yang berlandaskan silih asih, silih asah dan silih asuh yang secara posisional, proporsional dan profesional berlandaskan moral/etika, sehingga dengan proses ini diharapkan dapat membentuk insan Indonesia yang religius dengan catur jati diri insan-nya dengan penanda utama Sumber Daya Manusia (SDM) yang unggul dengan indikatornya cangeur, bageur, bener, dan pinter serta mampu mengatasi masalah dan tantangan hidup proaktif, beretos kerja tinggi, berprestasi dengan karakter pelindungnya singer, teger, pangger, wanter, dan cangker yang selanjutnya diaktualisasikan di semua institusi formal, non formal, dan in formal untuk dijadikan acuan berperilaku sebagai konkritisasi telah mampu berperan seutuhnya sebagai insan yang rakhmatan lil’alamin di tataran personal, lokal, regional, dan internasional yang hasilnya diharapkan akan memberikan warna kepada seluruh aspek kehidupan masyarakat Indonesia, khususnya masyarakat Subang yang akhlakul karimah yang ditandai dengan enam moral kualitas manusia, yaitu moral terhadap Tuhan, pribadi, manusia lain, alam, waktu yang pada akhirnya dapat bermuara dalam mencapai kesejahteraan lahir dan batin yang ditandai dengan kesadaran etika dan estetika sebagai aktualisasi manusia Indonesia yang nyantri, nyantana, nyatria dalam mewujudkan masyarakat madani (civil societas) dalam bentuk perilaku yang egaliter, equaliter dan interdependency.
Pembentukan homo juridicus lebih terfokus pada kemampuan penguasaan norma dari aspek cognitive dan aspek sensorimotor (skill), sedangkan homo ethicus lebih terfokus pada kemampuan penguasaan nilai dari aspek effective (attitude). Perbedaan objek dan karakter/kualitas kemampuan ini tentunya menuntut metode pendekatan yang berbeda. Proses penguasaan norma mungkin lebih dapat dicapai dengan pendekatan rasional/logika, sedangkan proses penguasaan nilai lebih menuntut pendekatan kejiwaan/kerohanian, karena sasaran yang akan disentuh adalah nilai-nilai kejiwaan. Kedua pendekatan tersebut (pendekatan rasional dan pendekatan kejiwaan) tentunya harus ada dalam pendidikan ilmu hukum. Salah satu alternatif pendekatan kejiwaan yang dapat ditawarkan adalah pendekatan agamis (nilai-nilai Ketuhanan) dalam pendidikan ilmu hukum yang bersumber dari Pancasila, hal ini pernah dikatakan oleh Moeljatno bahwa : “Dalam negara kita yang berdasarkan Pancasila, dengan adanya sila Ketuhanannya, maka tiap ilmu pengetahuan (termasuk ilmu hukum, pen) yang tidak dibarengi dengan ilmu Ketuhanan adalah tidak lengkap”. Dengan demikian, tidak perlu ada “sekularisasi” dalam pendidikan hukum di Indonesia. Upaya peningkatan kualitas pembangunan dan penegakan hukum tentunya bukan semata-mata terletak pada peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM) di bidang hukum, tetapi juga meliputi kualitas institusional (struktur hukum), termasuk kualitas mekanisme tata kerja/manajemen, kualitas sarana/prasarana, kualitas perundang-undangan (substansi hukum), dan kualitas kondisi lingkungan yang lebih luas (sistem politik, sistem ekonomi, sistem sosial dan budaya, termasuk budaya hukum masyarakat).

Sumber :
Tulisan ini penulis muat dengan mengingat literatur dalam Jurnal Wawasan Hukum Edisi Khusus, 2006.
https://fhunsub.wordpress.com/2009/04/26/fakultas-hukum-universitas-subang/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar